Siapakah kita,,,? Pecinta Alam atau Perusak Alam,,,?
Indahnya Rinjani sudah kita akui, bukan hanya kita penduduk lokal, mancanegara pun mengagumi gunung ke-3 tertinggi di Indonesia ini. Bagaimana tidak, dari berbagai penjuru julangan tinggi ini tampak mempesona dan menampakkan seribu keindahan bentangan Hutan Gunung Rinjani.
Rinjani yang menyimpan berbagai pesona alam yang tak ternilai, yang menjadi kekayaan alam Pulau Lombok, sudah sepantasnya untuk dijaga kelestariannya, bukankah demikian?
Rinjaniku Menangis
,,,Surga kecil di balik Gunung Rinjani,,, kata-kata ini sering terdengar di berbagai Sosial Media. Kekeyaan alam yang kita miliki, harta yang tak ternilai ini, yang sudah seharusnya kita lindungi, kita jaga kelestariannya, sayang sekali jika kenyataannya surga kecil ini terancam kelestariannya.
Mungkinkah para Penebang Liar yang kita takuti...? mungkin saja, tapi para Penebang Hutan pun sudah dapat diatasi.
Lalu apa yang mengancam kelestarian alam kita...? mungkin sebagian kita sudah mengetahui pengrusakan alam yang dilakukan oleh sebahagian besar anak-anak yang mengaku para Pecinta Alam. Mereka yang sengaja dan tanpa sengaja atau menyadari perbuatan yang justru merusak kelestarian alam, diantaranya; mencoret-coret batu-batuan dan dinding-dinding batu pada tempat-tempat tertentu, menulis nama dan tanda tangan di pohon-pohon, dan yang paling parah pembuangan sampah di sembarang tempat, dan itu dilakukan di Kawasan Hutan Gunung Rinjani.
Sungguh sangat disayangkan, berbagai kelompok yang menyatakan diri sebagai para Pecinta Alam, pada kenyataannya sebahagian besar dari mereka hanyalah Penikmat Alam, Perusak Alam, dan hanya sebahagian kecil saja Pecinta Alam yang benar-benar faham dan beretika.
Entah berapa Ton sampah yang harus di bawa turun tiap tahunnya. Sampah yang bersumber dari para Pecinta Alam yang tak bertanggung jawab, baik yang datang untuk hiburan, piknik, berkemah, atau pun mendaki dengan meninggalkan jejak berupa sampah yang berserakan pada sudut-sudut tertentu tanpa menyempatkan diri membawanya kembali. Tidak hanya itu, sebahagian lagi yang mengaku MAPALA pun tidak semuanya faham dan mengerti akan arti Pecinta Alam sesungguhnya.
Hal ini terbukti beberapa waktu lalu, salah satu Tim Survey dari KAPARINJANI/PunkPoke Community saat menuju Segara Anak, ,,,,kami bertemu dengan rombongan yang mengaku dari MAPALA Mataram. Kami sempat berbincang-bincang, dari percakapan itu tampaknya mereka senior juga. Sekitar setengah jam mereka pun melanjukan perjalanannya ke Segara Anak sedang kami melanjutkan perjalanan turun. Tak lama kami sampai di salah satu sudut yang kayaknya baru saja digunakan sebagai tempat beristirahat oleh salah satu rombongan pendaki. Dan betapa terkejutnya kami saat mengetahui ternyata pohon yang beberapa hari lalu saat kami melintas di tempat ini, pohon yang sedang tumbuh, sekarang pohonnya sudah ditebang dan dijadikan kayu bakar untuk memasak. sialan, kurang ajar rombongan ini,,, Aripal menuturkan.
Sampai saat ini, kami berharap pemerintah lebih tegas dengan pengamanan jalur-jalur masuk dan memberikan sanksi yang sepadan bagi para Pecinta Alam yang terbukti sebagai Perusak Alam. Dan juga bagi para Komunitas Pecinta Alam yang telah banyak berbuat, membantu, menjaga, dan tetap peduli terhadap Kelestarian Alam Rinjani agar kita bisa bekerjasama dalam menjaga kelestarian alam kita.